PENDAHULUAN
Buku ini berjudul “ Antropologi Budaya Suatu Prespektif Kontemporer“ yang ditulis oleh Roger.M. Keesing dan Samuel Gunawan telah tercetak edisi kedua dengan tebal halaman 288. Di dalamnya terdapat sebelas bab yang mengkaji lebih dalam mengenai Antropologi Kotemporer. Buku ini sebagai acuan dan panduan bagi para antropolog untuk memahami konsep budaya dengan prespektif kontemporer. Buku ini diterbitkan pada tahun 1981.
BAB 1
Pendekatan Antropologis
Dulunya , Antropologi dikenal dengan kajian tentang orang-orang yang “primitif “ namun jika dilihat kembali di jaman sekarang itu ilmu antropologi mulai banyak mengalami perkembangan. Dimana Antropologi dianggap sebagai suatu bidang pengetahuan. Sebelum membahas lebih jauh, kita memang perlu tahu yang menjadi perbedaan mendasar mengenai pengetahuan dan ilmu pengetahuan itu apa saja. Perbedaan yang mendasar ketika ilmu pengetahuan itu bersifat empiris dan terbuka dengan memperhatikan prosedur dan metode yang ada. Antropologi juga memiliki berbagai cabang dalam pengkajiannya.
Pertama mengenai Antropologi Fisik atau bisa dibilang kerjanya menganalisis dalam bidang biologi manusia mengenai perilaku, ras,serta spesialisasi dalam berbagai segi masyarakat dan menitikberatkan ke bidang budayanya. ( Roger.M.Keesing, Samuel Gunawan : 1992 : hlm. 2). Menurut saya hal ini bisa dikaitkan dengan munculnya ilmu forensik dalam dunia kedokteran , dalam kajian ilmu ini perlunya melibatkan ahli budaya dalam menentukan ras dan budayanya secara fisik manusia walaupun hanya dengan melakukan pengamatan langsung terhadap anggota tubuh.
Kedua, Mengenai Antropologi Budaya. Di dalam Antropologi Budaya sendiri memiliki cabang-cabang lagi yang lebih spesifik di dalam pembagiaanya. Ada tiga cabang yaitu Antropologi Sosial, Arkeologi ( Pra Sejarah) , serta Linguistik Antropologi. Jika digambarkan secara lebih jelas bentuk pencabangannya seperti berikut ; ( Roger.M.Keesing, Samuel Gunawan : 1992 : hlm. 3).
( Roger.M.Keesing, Samuel Gunawan : 1992 : hlm. 3)
Dilihat dari bagan di atas bahwa antropologi sosial itu sendiri masih bercabang lagi menjadi beberapa komponen lagi misalnya ; Antropologi Hukum, Antropologi Politik, Antropologi Ekonomi, Antropologi Psikologi, Antropologi Ekologis dan lain-lain. Antropologi memiliki beberapa ciri yang dapat membedakan ilmu ini dengan ilmu yang lainnya. Perbedaan yang paling mendasar antara ilmu Antropologi dengan ilmu yang lain terletak pada hasilnya berupa “ETNOGRAFI” seperti yang dikatakan oleh Heddy Shri Ahimsa dalam kuliahnya.
Etnografi adalah proses perekaman dan penafsiran tata cara kehidupan orang lain. Antropologi ini juga lebih bersifat kemanusiaan tidak mengedepankan ukuran melainkan makna.(Robert. M . Keesing dan Samuel Gunawan : 1992 : hlm. 4) .
Antropologi juga melakukan suatu penelitian untuk mendukung teori yang ada ,pembuktian dan pencarian data. Dalam masa sekarang ini, perhatian Antropologi terletak pada kemanusiaan yang melihat dari potensi atau kondisi yang dimiliki manusia dengan mengingat struktur masyarakat masa silam dan masa kini, karena ini semua akan menjadi petunjuk dalam mencari masa depan yang lebih baik. Karena masa depan kita, jika kita ingin mampu mengatasi krisis-krisis yang ada pada masa kini ataupun di masa – masa mendatang , harus dibangun secara kreatif berdasarkan kekuatan masa lampau, dan pada waktu yang sama belajar dari dan menebus sejarah penindasan dan kebodohan.” ( Roger.M.Keesing, Samuel Gunawan : 1992 : hlm. 9).
Dalam bab selanjutnya kita akan membahas mengenai evolusi manusia. Ketika kita akan mengkaji lebih jauh tentang manusia yang dijadikan sebagai subjek dalam disiplin ilmu ini kita juga harus tahu mengenai kronologis dari evolusi manusia itu sendiri. Bagaimana manusia itu mulai muncul dan berkembang hingga sekarang ini.
BAGIAN I
PRESPEKTIF EVOLUSIONER
Sebagai suatu pengantar mengenai evolusi manusia yang disajikan dengan garis besar kronologi, urutan dan proses budayanya. Secara ringkas dan selektif akan membahas mengenai kerangka waktu dan urutan perkembangan tradisi budaya. Dalam buku ini juga akan membahas mengenai penggunaan suatu simbol dalam evolusi tersebut. Dalam kajian ilmu antropologi fisik yang dipelajari adalah evolusi budaya. Termasuk dalam hal ini baik masa pra sejarah hingga masa sekarang. ( Roger M. Keesing , Samuel Gunawan : 1992 : hlm. 11).
BAB 2
EVOLUSI MANUSIA
Sebelum kita membahas lebih lanjut mengenai Evolusi Manusia, perlunya kita tahu tentang kaitannya manusia dengan evolusinya .Evolusi Manusia bisa dibuktikan dengan adanya perubahan yang terlihat dalam tahap-tahap evolusi manusia. Selanjutnya akan dibahas mengenai tahapan-tahapan tersebut mulai dari manusia yang dikatakan sebagai makhluk “primat” hingga menjadi manusia yang modern seperti sekarang ini. Berikut ulasannya lebih dalam mengenai kronologis evolusi manusia. Manusia bisa di golongkan ke dalam garis keturunan Hominid.
“Ramapithecus , makhluk dari pinggiran hutan tropis, tersebar luas di Afrika dan Asia selatan. Ramapithecus kemungkinan besar adalah binatang yang hidup di pohon-pohon , tetapi jelas bahwa ia bisa berkeliaran di atas permukaan tanah untuk mencari makan dan dapat berjalan di atas kedua kakinya. Bisa jadi Ramapithecus ini adalah nenek moyang langsung garis keturunan dari manusia dan kera” (Roger M. Keesing , Samuel Gunawan : 1992 : hlm. 13). Simpanse dianggap sebagai hewan yang memiliki kekerabatan paling dekat dengan manusia ketimbang orang utan.
Pada dasarnya yang membuat manusia itu punya ciri yang khas ketika dalam penggunaan bahasa dan simbol-simbol. Hal ini terbukti dalam kehidupan para “primat” yang sudah bisa melakukan komunikasi dengan kelompok-kelompok dengan penggunaan bahasa serta pemanfaatan simbol yang ada , sehingga dalam hal ini bisa kita bisa menyimpulkan bahwa bahasa dan simbol inilah faktor utama dalam evolusi manusia. Munculnya tradisi budaya serta organisasi sosial yang dilakukan oleh “primat” pada waktu itu. Kita akan membandingkan sistem jalinan antara hominid dengan manusia. Makhluk Hominid dan kera besar ini memiliki dua sistem jalinan psikis yaitu:
Jalinan psikis Homonid dan Kera besar à membentuk ikatan sosial dan ikatan sebaya , di dalam pembentukan ikatan sosial muncul lah ikatan primer yaitu ikatan antara induk dengan anaknya. Setelah adaya ikatan sebaya , kemudian ada ikatan yang namanya ikatan dewasa .
Jalinan psikis Homonid dan Kera besar à membentuk ikatan dewasaà ikatan pasangan hidup dan ikatan kebapakan dengan anak-anaknya.
Jalinan psikis manusia à munculah sistem kekerabatan
Dengan demikian, kita membutuhkan cara untuk mengetahui seberapa jauh manusia mengkoreksi diri ketika evolusi terjadi dengan kondisi biologis kita sekarang. Oleh karena itu , munculah berbagai varian – varian budaya serta perkembangan mengenai budaya itu sendiri akan dibahas di bab selanjutnya.
BAB 3
PERKEMBANGAN BUDAYA
Dalam hal ini, disebutkan bahwa kita akan melihat bagaimana teknologi manusia serta kompleksitas sistem sosial yang lambat laun akan terus berkembang. Perkembangan ini bisa dilihat sejak manusia purba,Neanderthal dan Paleolitik baru .Pertama kita bahas mengenai teknologi manusianya adalah Manusia purba. Dalam jaman manusia purba , teknologi yang sudah berlangsung seperti ditemukannya kapak genggam yang digunakan sebagai alat pemotong . Hal ini bisa disimpulkan bahwa adanya kapak genggam memang membuktikan sudah adanya perkembangan teknologi di masa itu.
Dalam jaman manusia Neanderthal juga mempunyai beberapa bukti yang sekiranya bisa kita lihat perkembangan teknologinya di masa itu. Hal ini terlihat dalam segala piranti yang ada sudah lebih halus lebih khusus lagi fungsinya. Dengan perkembangan teknologi ini kita bisa menemukan adanya peningkatan intelegensi dan dalam berinteraksi atau berkomunikasi.
Dalam jaman Paleolitik baru sudah mengenal tradisi dan upacara adat. Hal ini bisa kita lihat dari hasil penemuan batu pipih yang maju. Alat ini digunakan untuk segala aktivitas manusia paleolitik baru ketika semakain banyak binatang –binatang jenis besar.
Selain dilihat dari perkembangan teknologi sekarang, kita akan melihat juga dari sisi produksi pangannya. Asal mulanya sebenarnya berawal dari bercocok tanam dan sebagai peramu. Produksi pangan dijadikan sebagai pmbawa perubahan masyarakat. Selain teknologi dan produksi pangan kita juga bisa melihatnya dari urbanisme yang mempengaruhi terbentuknya negara. Seperti yang ada dalam buku Kessing.1981.hlm.49.
BAGIAN II
Budaya,Masyarakat,dan Individu
Pemahaman mengenai pengertian budaya , masyarakat dan individu . Selain mengetahui konsep dasar mengenai budaya kita akan membahas mengenai struktur pikiran dan bahasa yang mempengaruhi evolusi budaya seperti yang sudah dijelaskan dalam bab sebelumnya. Di bab selanjutnya kita akan membahas mengenai bagaimana hubungannya manusia dengan budaya dengan adanya sistem pengetahuan yang juga dapat mempengaruhi perkembangan budaya itu sendiri.
BAB 4
Budaya dan Manusia : Beberapa Konsep Dasar
Dalam hal ini , budaya lebih diartikan sebagai suatu pengalaman yang dipelajari . karena hal ini mengacu pada pola-pola perilaku masyarakat yang terjadi ketika hubungan sosial berlangsung. Pentingnya memahami sandi budaya guna untuk belajar memahami budaya lain diluar persepsi kita dan hal itu memang sulit ketika kita paling tidak bisa memahami tentang presepsi diri kita sendiri. Etnosentrisme adalah cara melihat aspek kehidupan di dalam masyarakat lain dengan memperhatikan budaya sendiri. Dengan mempelajari suatu sandi budaya jika kita refleksikan kembali dengan baik kepada diri sendiri akan menjadi suatu pembelajaran diri terhadap lingkungan budaya yang ada.
“Budaya terdiri dari gagasan – gagasan dan makna yang dimiliki bersama. “ ( Robert.M.Keesing : tahun 1992:hlm 70). Yang bisa kita amati dalam hal memaknai budaya sebagai suatu sistem yang dimiliki bersama adalah pola yang terjadi serta bentuk-bentk tindakan yang mempengaruhi terbentuknya budaya itu sendiri. Hal tersebut bisa dimaknai secara kesepakatan bersama dalam suatu pembentukan budaya. Budaya pada dasarnya ada karena di konstruksikan sendiri oleh masyarakat . Selain sebagai milik bersama budaya juga milik publik dan perorangan
Perlunya kita untuk bisa memahami budaya sebagai suatu proses sosial yang terjadi di masyarakat. “Kita juga perlu memahami distriusi pengetahuan budaya di dalam masyarakat , agar kita bisa mengkonseptualisasikan proses-proses penyaluran dan perubahan budaya serta mengkaitkan semua tadi dengan berbagai kenyataan politik dan ekonomi “(Robert.M.Keesing:1992:hal 73 ). Hubungan yang ada antara budaya dengan masyarakat ketika peran identitas dan kelompok juga terlibat sebagai perantara keduanya.
“Kelompok sosial adalah sekumpulan individu yang mengadkan hubungan secara berulang-ulang dalam perangkat hubungan identitas yang bertalian. Sistem sosial adalah sistem yang terjadi diantara hubungan suatu identitas dengan kelompoknya. “(Robert.M.Keesing:1992:hal 74).
Dengan kita memahami proses sosial kita akan dengan sendirinya mengetahui apa itu identitas dan hubungannya dengan sistem sosial. Pentingnya perkembangan pengetahuan untuk dapat melihat kembali budaya yang dipetakan secara baik . Dalam bab berikutnya kita akan mempelajari yang namanya bahasa dan komunikasi. Hal ini juga sangat dianggap vital karena adanya hubungan interaksi ini yang dapat membentuk suatu budaya yang dibentuk dan dimiliki secara bersama-sama.
BAB 5
BAHASA DAN KOMUNIKASI
Seperti yang pernah Prof. Heddy Shri Ahimsa sampaikan dalam kuliahnya bahwa bahasa adalah salah satu wujud dari budaya. Dengan mempelajari bahasa sebagai indikator budaya yang paling mudah dicermati.Bunyi sebagai bentuk bahasa yang empiris. Linguistik dengan Antropologi juga menjadi kolerasi yang sangat penting dan mendasar ketika kita belajar bahasa kita akan dapat memperoleh suatu pengetahuan yang terus berkembag “ Semenjak tahun 1960 , revolusi pemikiran dalam linguistik memaksa ditinggalnya berbagai asumsi tentang bahasa dan pertaliannya dengan budaya lain.Revolousi pemikiran linguistik dapat berguna untuk memberikan penjelasan formal mengenai suatu pengetahuan bahasa dengan seperangkat kaidah-kaidah yang eksplisit” (Robert.MM.Keesing : 1992:hlm 78).
Bahasa memiliki beberapa prinsip pokok, antara lain mengenai arti bahasa itu sendiri. “Bahasa adalah suatu sandi yang konseptual , sistem pengetahuan (yang terutama tidak disadari )yang memberikan kesanggupan pada penutur dan pendengar guna menghasilkan dan memahami ujaran-ujaran tersebut.”(Robert.M.Keesing:1992:hlm 78). Dalam hal ini bisa kita pahami bahwa bahasa digunakan sebagi alat untuk mendapatkan suatu pengetahuan. Dengan kita mempelajari bahasa lain maka kita akan mengetahui budaya orang lain seperti apa.” Tujuan teori linguistik adalah menyusun suatu teori tentang bahasa , tentang bagaiman susunan bahasa itu. “ (Robert .M.Keesing:1992:78). Dalam hal ini bahasa dianggap sebagai suatu sistem yang konseptual yang ada dalam proses tersebut.
Beberapa bahasa mempunyai sistem kata kerja yang kompleks atau penggolongan kata ,sederhananya adalah “aglutinatif” yang berarti tentang penggabungan sederet imbuhan. (Robert .M.Keesing :1992:hlm 79). Hal tersebut juga bisa kita lihat dengan banyak majas yang dipelajari dalam bahasa. Berbagai majas bisa dibilang sebagai salah satu bentuk bahasa yang beranekaragam. Seperti halnya masing-masing majas memilki maknanya masing-masing , kadang juga kita dapat menemukan bahasa yang denotatif atau makna yang sesungguhnya sebaliknya konotatif yang memilki makna yang tak sesungguhnya atau hanya sekedar suatu ungkapan.
Dengan bahasa kita dapat menemukan suatu budaya, maksutnya adalah kita akan melihat perkembangan bahasa dengan berkembangnya suatu budaya. Dengan bahasa kita akan dapat menemukan suatu gagasan, pengetahuan yang terus berkembang dan baru. Terbukti dengan hal tersebut kita dapat mencermati suatu gejala budaya yang terjadi di dalam masyarakat. “ Dalam strukturalisme yang dipelopori oleh pakar antropologi perancis Claude Levi Strauss, tata bunyi telah digunakan sebagai model konseptual guna memahami budaya,presepsi, dan sifat pikiran manusia. Dalam bidang simbolik budaya khusunya mitos dan ritual pikiran manusia mengolah kontras dan menyelidiki berbagai kontradiksi.”(Robert M Keesing:1992:hlm 82). Suatu pemikiran dan pemahaman adalah suatu bentuk kekreatifan manusia dalam menentukan suatu teori yang dapat menunjukan adanya perkembangan budaya. Semantik dalam etnografi baru juga perlu kita pahami.
Dengan kita berupaya menggunakan berbagai bahasa untuk berjelajah dan mencari tahu struktur yang ada di dalam bangsa lain kita akan dapat merefeleksikan diri dengan bagsanya sendiri. Bahasa juga mempermudah kita untuk belajar budaya lain seperti halnya dengan etnosentrisme. Bahasa juga sebagai suatu unsur pembeda budaya yang satu dengan budaya yang lain. Butuhnya keteraturan antar budaya yang dapat kita lihat dari adanya spesifikasi suatu budaya termasuk unsur-unsur yang ada di dalamnya.
Bahasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari hal ini dibuktikan dengan adanya bahasa dalam sistem sosial masyarakat. Teori bahasa transformasional berpendapat bahwa fungis utama bahasa adalah pengacu.: membuat berbagai proporsisi mengenai dunia. Teori bahasa pada dasarnya tida mempermasalahakan situasi yang ada namun melihat dari hubungan antar kalimatnya. “ (Robert.M. Keesing:1992)
Komunikasi ada dua yang bahasa dan non bahasa. Dan yang non bahasa bisa berupa suatu gerakan-gerakan yang dapat kita pelajari dari simpanse yang dalam masa purbanya mengalami evolusi budaya. Pengaruh komunikasi yang seperti inilah yang memudahkan budaya terbentuk. Dengan penggunaan ruang gerak berupa fisik dalam sistem dan struktur sosial. Kita hidup untuk bersosial perlunya komunikasi untuk saling berinteraksi satu sama lain. “ Sebagaimana kita lihat dalam bab yang sebelumnya ,kita harus mengingat bahwa dalam dunia nyata –yang berbeda dari dunia imajiner yang berupa abstraksi konseptual dan penyederhanaan ilmiah- pengetahuan budaya yang bersifat distributif. Guna menafsirkan masalah-masalah tertentu para pakar bahasa merasakan perlunya mengkaji berbagai sandi bahasa” (Robert .M keesing :1992:hlm 91-92).dan hal tersebut sangat perlu dipelajari oleh para antropolog.
Dalam bab selanjutnya, akan dibahas mengenai pentingnya kepribadian dalam proses budaya. Mulai dari budaya dan kepribadian dalam melintasi internalisasi budaya serta pengaruh-pengaruh kepribadiannya seperti apa saja dan pembentukan tradisi-tradisi budaya di dalam suatu masyarakat dibentuk yang semakin lama akan mengalami suatu perubahan.
BAB 6
BUDAYA DAN INDIVIDU
Setiap manusia pasti berbudaya, dalam hal ini bisa dipengaruhi oleh suatu kepribadian masing-masing individu. Alangkah baiknya jika kita akan melihat budaya orang lain dengan dasar kepribadian yang kuat akan memudahkan kita untuk bisa melihat budaya orang lain tanpa harus mengikis kepribadian kita. Kita juga akan membahas mengenai proses terbentuknya budaya dalam masyarakat seperti adat isti adat yang lambat laun akan juga mengalami perubahan.
Biasanya perubahan-perubahan ini disebabkan oleh adanya interaksi yang mungkin dapat mempengaruhi individu satu dengan yang lain. Di dalam konteks buku ini, menurut keesing kepribadiaan dipandang sebagai suatu internalisasi budaya dimana di dalamnya kita perlu belajar dan memahami tingkah laku kita untuk mengerti mengenai nilai-nilai atau motif dan pandangan mengenai lingkungan.Dalm hal ini memang belum bisa dikatakan bahwa pembeda antara budaya dan kepribadian masih belum jelas terplot – plot.
“ Jika Kepribadian adalah hasil dari suatu proses internalisasi budaya dan budaya adalah proyeksi dari kepribadian ,maka orang bisa menyimpulkan orientasi kepribadian dari keyakinan dan praktek budaya” (Robert.M.Keesing:1992: hlm 94). Dalam hal tersebut sangat benar dan memang benar-benar terjadi di kehidupan . Misalnya cara berpakaian kita bisa dibilang sebagai suatu pembudayaan diri yang sangat dipengaruhi oleh suatu kepribadian.
Spiro mengatakan bahwa keuniversalan adalah sifat yang murni dari manusia sedangkan yang kita tahu bahwa hal ini sangat dipengaruhi oleh emosi dan tingkah laku masing-masing manusianya. Dari pernyataannya Spiro kita menjadi paham betapa emosi dan tingkah laku sangat mempengaruhi terbentuknya keuniversalan budaya. Dalam keuniversalan budaya ini kita juga perlu yang namanya pengendalian emosi dan tingkah laku yang di kontrol agar tidak menyimpang dan merugikan masyarakat lain.
“Kepribadian dalam arti konvensional lebih merujuk kepada suatu integrasi berkelangsungan dari alam kejiwaan seseorang daripada terhadap suasana hati dan motif “( Robert.M.Keesing :1992:hlm 97). Dalam hal ini kita akan tahu bahwa kepribadian dapat dibedakan dari tradisi budaya masyarakatnya . Di dalam proses budaya kita akan menemukan suatu penyakit kejiwaan yang berarti bahwa salaing mempengaruhi antara pribadi,kelompok dan masyarakat yang dapat membawa dampak penyakit kejiwaan.
Penyakit kejiwaan disini lebih di titik beratkan pada psikologis. Maka ada istilah yang menyebutkan bahwa kepribadian sebagai sistem psikobiologis. Berawal dari kepribadian yang mempengaruhi kejiwaan yang membawa dampak psikologis dan biologis. Dimana budaya membawa kita untuk jiwa dan biologis kita terbentuk karena suatu pembiasaan yang terjadi dalam suatu kelompok ,individu ataupun masyarakat.
Biasanya konflik –konflik ini terjadi dalam proses belajar budaya salah satunya karena pengaruh kepribadian dan kejiwaan serta biologis. Banyak faktor biologis dan psikologis yang memberi dampak yang dapat menimbulkan konflik. Hal ini bisa kita minimalisir dengan mengendalikan tingkah laku serta emosi dalam bermasyarakat. Maka kejiwaan dan biologis kita akan lebih tertata dalam proses pembelajaran budaya.Di sini yang sangat diperlukan adalah dasar kepribadian yang kuat .
Berikutny apoint penting dalam buku ini adalah pentingnya kita untuk mengetahui perbedaan dari presespsi dengan memory. Seperti yang dikatakan oleh R.L Gregory mengenai presepsi itu sendiri ,” cara kita melihat dibentuk oleh apa yang diketahui. “( Roger.M.Keesing : 1992: hlm 99). Misalkan dengan teori air menagalir dari atas ke bawah awalnya kita bisa melihat dari mata air gunung yang turun dari hulu ke hilir hal ini adalah suatu presepsi yang timbul karena kita melihat langsung yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut keesing memory adalah suatu bentuk ingatan seseorang untuk mengkaji proses perolehan informasi dan penimbulannya kembali. Penciptaan representasi internal yang saling mempengaruhi dengan representasi eksternal hal ini bisa dikaitkan dengan antara otak dan sudut pandang.(Robert.M.Kesing : 1992: hlm 99). Selain itu juga kepribadian juga dapat dilihat dari prespektif evolusi budaya.kita mengambil contoh seperti manusia. Manusia dengan perkembangan otak yang semakin berkemampuan besar maka semakin sempurna pula kita mempelajari simbol dan pemecahan masalah . (Keesing:1992:hlm: 105).
Pada bab berikutnya akan dibahas mengenai masyarakat tribal dan yang berubah pandangan menjadi suatu pandangan yang sistemik. Kita akan diajak untuk melihat lebih jauh mengenai masyarakat yang primitif itu eperti yang sekarang ini bisa dikatakan sudah berangsur menghilang. Masyarakat yang sekrang ini juga akan kita bahs lebih mendalam bab 7.
BAGIAN III
Masyarakat Tribal; Ke arah Pandangan Sistemik
Dalm bab ini akan membahas mengenai perubahan sudat pandang mengenai masayarkat tribal yang tadinya tidak melihat secara sudut pandang yang regional dan sistemik. Keesing akan mengajak kita untuk melihat masyarakat primitif dengan sudut pandang yang regional dan Sistemik agar kita bisa melihat masyarakat benar-benar terasing itu hanyalah mitos dan penyerderhanaan.
BAB 7
DUNIA TRIBAL SEBAGAI MOSAIK,SEBAGAI TAHAPAN DAN SEBAGAI SISTEM
Pada pandangan mosaik, masyarakat tribal berskala kecil seperti di daerah Afrika, Asia Tenggara dan Amerika Selatan merupakan semacam mosaik berbagai budaya. Setiap budaya dipandang seolah-seolah merupakan potongan yang berlainan warna, atau terpisah dalam suatu mosaik keanekaragaman manusia yang harus dinilai secara mandiri atau satu persatu. Sedangkan pada pandangan tahapan menunjukkan tingkatan perkembangan yang terjadi pada masyarakat tribal khususnya pada sistem organisasi. Disini dijelaskan mengenai para pemburu dan peramu sebagai sumber bukti mengenai tahap purba dalam evolusi masyarakat. Lalu dijelaskan juga mengenai gambaran dunia tribal yang mengalami berbagai tahapan perkembangan seperti kelompok “masyarakat” dan berkembang menjadi “kesukuan” seperti di beberapa bagian Afrika dan Asia Tenggara.
Namun dalam bab ini juga disebutkan bahwa kelemahan dari stereotip dan tahapa itu sendiri.Menurut Keesing kelemahan itu terletak pada ketergantungan masyarakat tribal kepada mosaik dan tahapan itu sendiri. “kita cenderung membubuhkan keterpisahan dan kemandirian palsu pada “budaya” ini serta mengabaikan bagaimana orang terikat oleh sistem regional yang berupa perdagangan ,pertukaran dan politik melalui mana berbagai gagasan maupun materi yang mengalir”(Keesing :1992:hlm 115). Selain itu juga kita menjadi paham dan mengerti apa yang sebenarnya yang menjadi kelemahan dari stereotip mosaik dan tahapannya. Dalam perkembangan evolusinya, menurut keesing adalah keliru karena pada zaman paleolitik masyarakat yang sudah mengenal piranti-piranti yang berupa besi, dan guci cina kuningan dan lain-lain, kesimpulanna adalah suatu tingkatan yang ada hanya dalam kaitannya dengan masyarakat yang lebih kompleks. (keesing:1992:hlm 116)
Kita akan juga melihat dan membahs mengenai mastarakat tribal yang dijadikan sebagai sistem. Masih adanya pencampuradukan teknologi dan tingkatan budaya. Hal ini jika kita berpikir menggunakan tahapan kita akan cenderung memandang masyarakat tribal di berbagai daerah tropis sebagai manusia zaman neolitik karena penggunaan piranti dianggap sebagai kekuatan dan pendorong besar dalam penyebaran penduduk dan perekonomian. (keesing:1992:hlm 119).
Perubahan –perubahan yang terjadi dalam tingkatan –tingkata masyarakat tribala seperti yang dikatakan keesing bahwa perubahan yang dilakukan oleh orang-orang yang beranjak dari satu tingkatan ke tingkatan yang lain termasuk perkembangan dari segi ekonomi dan mata pencaharian karena pengaruh langsung dari peradaban.
Kemudian pada bagian akhir bab dijelaskan kembali mengenai masyarakat tribal dan hubungannya dengan negara. Menurut Morton Fried, istilah Tribal telah digunakan secara longgar di dalam antropologi (dan bidang studi lain) untuk menyebut kelompok etnis khas yang bisa dibedakan dari golongan etnis lain di sekitarnya karena pemakaian bahasa dan budaya yang berlainan, yang umumnya ounya nama sendiri dan warganya merasa mempunyai identitas yang sama (Keesing. 1999 : 121).
Keesing menyimpulkan bahwa budaya tribal tidak terpisahkan dari pengaruh negara atau peradaban, dan pendapat orang Eropa pertama kali mengenai budaya tribal yaitu “sejak zaman dahulu kala” adalah sesuatu hal yang salah.Pada bab selanjutnya akan membahas mengenai pandangan sistematik mengenai kesukuan selain itu juga perlu melihat pertalian antara bentuk dari subsistensi dan bentuk struktur sosialnya anatara ekologis dan cara manusia untuk survive atau bertahan hidup.mak dari itu adanya hubungan yang mengikat antara perekenomian dengan organisasi.
BAB 8
BENTUK SUBSISTENSI , BENTUK ADAPTASI
Dalam bab ini akan membahas mengenai bentuk subsistensi pemburu dan peramu kontemporer serta ekonominya . selain itu juga akan membahas tentang organisasi sosial yang mempengaruhi pemburu dan peramu. Di dalam organisasi sosial terdapat sistem politk yang juga akan dibahas di dalam bab ini. Kita juga diajak untuk melihat contoh nyata dalam kehidupan kelompok2 tertentu. Penjabaran kasus yang membuktikan bahwa adanya bentuk subsistensi serta adaptasi yang dilakukan oleh kelompok tersebut. Selain itu juga akan membahas mengenai adaptasi peternakan serta penggembalaan dan struktur masyarakatnya.
Pemburu dan meramu yang kontemporer sangat berhubungan dengan perkembangan teknologi yang pesat. Keesing mengatakan adanya gangguan kedatangan orang barat yang membawa persoalan terus diperdebatkan. Pengaruh yang dibawa dari orang – orang barat ini adalah pemburu dan peramu menjadi terikat oleh sistem politik dan sosial. Persoalan untuk adaptasi menjadi persoalan tentang sistem regionalnya.
Ekonomi Subsistensi pemburu dan peramu kontmporer ini bisa dibilang sangat membelitseperti yang dikatakan keesing dalam bukunya sulitnya bertahan hidup mencari cara untuk bisa mencari pangan dengan pekerjaan yang tidak begitu menyita banyak tenaga namun tujuan hidup nya terbatas. Hal inilah menurut keesing bentuk subsistensi peramu dan pemburu. Asal bisa makan sudah cukup untuk hidup. ( Keesing : 1992: hlm 125)
Selain itu juga keesing mengatakan kalau kegiatan pemburu dan meramu ini adalah salah satu kegiatan yang didasarkan pada sifat alamiah manusia. Maksutnya para pemburu dan peramu kontemporer ini dianggap sebagai sumber lansung bagi data mengenai masyarakat purba (Keesing : 1992 : hlm 127). Menghadapi masyarakat secara murni dan dengan keadaan yang terisolasi. Pemburu dan meramu itu memang apa adanya. Mereka bekrja karena menyesuaikan lingkungan dan dorongan untuk mencari pangan untuk penghidupan keluarganya di jaman tersebut .
Dalam kelompok masyarakat pemburu dan meramu ini juga sudah mengenal organisasi sosial. Hal ini dibuktikan dengan adanya sistem pembagian kerja di jaman purba tersebut. Di dalam buku ini Keesing memberikan contoh kasus mengenai model sosial patrilokal yang semua mengarah kepada garis ayah . Para pria menghabiskan waktunya untuk berburu sedangkan anak perempuan meninggalkan kelompok tersebut saat kawin (keesing:1992:hlm 128) hal ini juga akan mempengaruhi cara perpindahan mencari pangan. Dan hal ini menunjukan bahwa di jaman pemburu dan peramu ini sudah mempunyai kemampuan untuk beradaptasi karena kebutuhan penvarian pangan yang berpindah-pindah. Dalam buku ini juga membahas beberapa kasus mengenai organisasi sosial seperti organisasi sosial Shoshoni dan Kung Bushmen.
Kajian politik yang terdapat dalam pembru dan peramu ini bisa dikatakan masih sangat luas. Keesing juga mengatakan bawa adanya suatu taraf sentralisasi politik yang jauh melampui sentralisasi politik para pemburu dan peramu kontemporer . (keesing:1992)
Kasus Bushmen adlah contoh konkrit yang bisa kita pelajari sistem poitiknya, mulai adanya pemburuan yang kemudian mengadakan upacara adat lalu melakuakan usaha perdamaian masyarakat selain itu juga kemampuan berpidato serta pengambilan keputusaan yang egaliter (Keesing : 1992:hlm 131). Terkaang konflik dan perselisihan terjadi karena adanya kekacauan sistem politik yang bisa saja terjadi. Perlunya pengorganisasian politik yang baik dan tepat. Agar terhindar dari brbagai konflik dan perselisihan antar kelompok.
Adaptasi peternakan dalam ruang dan waktu , dalam hal ini seperti yang ad di daerah Iran dan Afghanistan yang tanahnya sangat kering sehingga tidak cocok untuk bertani lalu memilih untuk menjadi peternak. “ Menurut sejarahnya ,peternakan merupakan suatu pemisah dari kompleksitas campuran antara pertnian dan peternakan zaman purba , sebagai adaptasi terhadap padang rumput yang kering . Masyarakat yang ada di Afghanistan dan Iran ini buki bahwa adanya kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan yang ada yang sangat mempengaruhi pekerjaan serta di dorong dengan tujan untuk mencari sesuap makan yang mendesak masyarakat untuk mengatasi persoalannya sendiri. Dengan beternak dianggapnya sebagai profesi yang cocok dilakukan di padang rumput yang kering karena tanah kering tidak cocok untuk bertani.
Dengan adanya adaptasi ekologis inilah yang merupakan faktor utama yang membentuk organisasi masyarakat manusia ditambah dengan perkembangan teknologi yang cukup pesat di waktu itu. Dalam akhir bab ini keesing menyebutkan beberapa hal pertanyaan yang berkesinambungan dengan bab ini . Intinya para Antropolog dituntut untuk bisa menyeleaikan masalah yang menyangjkut ekologi dengan dasar teori antropologi yang masih menimbulkan banyak perdebatan.
Dalam bab selanjutnya akan dibahas mengenai Bagaimana kebudayaan berkembang. Perlunya kita untuk paham proses budaya berkembang karena dengan kita memahami hal ini dapat menyelesaikan segala persoalan yang ada di masyarakat.
BAB 9
BAGAIMANA KEBUDAYAAN BERKEMBANG
Keesing akan memaparkan berbagai teori budaya sebagai sistem adaptasi pada bab ini. Berikut jabaran Megger (1968), manusia merupakan makhluk hidup yang beradaptasi terhadap lingkungnnya di mana prosesnya bergantung pada seleksi alam yang mengatur adaptasi biologis. Namun tidak berarti pada proses perubahan komponen tingkah laku manusia sama dengan proses seleksi alam yang membentuk informasi genetik dalam suatu populasi. Menurut Vayda dan Rappaport (1968), budaya tidak dapat disamakan dengan manusia, karena tidak dimakan oleh pemangsa, tidak diperlemah oleh penyakit, dan tidak tidak dibatasi oleh ketersediaan pangan. Keesing mendefinisikan budaya sebagai sebuah gagasan yang dimiliki bersama yang membentuk pola perilaku manusia terhadap lingkungannya. Dalam pola perilaku ini proses evolusi dan biologi berlangsung. (Roger M. Keesing, 1999:146)
Harris mengajukan penafsiran materialisme yang mengisyaratkan adanya rasionalitas tersembunyi, berupa adaptasi ekologis dan seperangkat praktek kehidupan budaya. Menurut Harris, ada dua masalah pokok yang dihadapi oleh masyarakat “primitif” yaitu kecenderungan jika pertumbuhan penduduk tidak dikendalikan oleh sarana kultural, akan mengancam hubungan ekosistem mereka. Dan yang kedua, keterbatasan pada ketersediaan protein, dimana keduanya saling berhubungan.Penafsiran pengikut aliran materialisme adaptasionisme budaya bersifat persuasif. Fenomena sosial dijelaskan tidak merujuk pada pemikiran, atau simbol, tetapi dengan merujuk pada perhitungan energi, asam amino, bilogi masa subur, dan lainnya. (Roger M. Keesing,1999:151-154)
Menurut pengamatan Keesing, yang dilakukan manusia dalam suatu populasi selama tiga atau bahkan sepuluh tahun guna menjaga keseimbngan dengan pembuktian diakronik (jangka panjang), bukan sinkronik (jangka pendek). Menurut Marton (1978), diakroni itu penting untuk membedakan adaptif dan yang tidak adaptif serta kekuatan selektif dengan proses netral. Sedangkan sinkronik merupakan uraian kelestarian, sekedar pernyataan keberadaan. (Roger M. Keesing, 1999:155-156)
Keesing berargumen bahwa manusia yang dapat bertahan hidup pastilah manusia tersebut memiliki kebiasaan adaptif, karena menurut Keesing hal tersebut menjadi tugas antropolog untuk menemukan rasionalitasnya yang tersembunyi. Pakar ekologi budaya mengasumsikan, “keseimbangan dan mencari keterjalinan “fungsional” dari susunan masyarakat, agama, dan ekonomi, secara tersirat bersandar pada pandangan “mosaik” mengenai dunia tribal – suatu pandangan yang mengasumsikan keterpisahan, kestabilan dan jangka waktu yang relatif panjang dari berbagai tradisi budaya.” (Roger M. Keesing, 1999:156)
Keesing menduga bahwa kebanyakan orang telah memiliki kesadaran hubungan manusia dengan lingkungan sehingga mereka lebih peka terhadap pertambahan jumlah penduduk terhadap lingkungan dan peka terhadap biologi reproduksi apabila merasa terancam oleh pertambahan penduduk. Dugaan Keesing diperkuat oleh adanya pengaturan penduduk dengan cara pembunuhan bayi perempuan, pengguguran, dan banyak lainnya. Selain itu, dalam bab ini dipaparkan bila penyakit dan fertilitas kaum wanita yang lambat membantu dalam menjaga keseimbangan penduduk. (Roger M. Keesing, 1999:161-162)
Pada dasarnya hidup manusia sangat berpengaruh oleh alam dan ligkungannya. Dengan kebiasaan yang ada akan menciptakan suatu perkembangan budaya yang terus menerus berkembang karena adanya kemampuan adapatsi masing-masing individu yang berbeda-beda serta lingkungan yang juga belum stabil. Pada dasarnya perubhan-perubaan pola masyarakat yang terjadi memunculkan suatu perkembangan budaya . Selagi manusia masih bisa beradaptasi dengan lingkungan disitulah manusia bisa membentuk suatu budaya baru yang akan terus berkembang sesuai lingungannya dengan tujuan untuk survive atau bertahan hidup demi kelangsungan hidup masyarakat.
BAGIAN IV
DUNIA TRIBAL WARISAN KEANEKARAGAMAN MANUSIA
“Para pakar ekonomi yang berusaha mengontrol inflansi bekerja dengan suatu sistem teoritis yang dibangun atas dasar asumsi mengenai hakikat manusia dan masyrakat Begitu juga para ilmuwan politik dan sosiolog. Tugas utama antropologi yang kini baru saja mulai berteori setelah beberapa dasarwasa hanya berusaha menguraikan kebiasaan yang eksostik adalah mengajukan pertanyaan fundamental ini secara jujur; dan dengan mempertanyakan hal tersebut terhadap dasar keseluruhan tata cara kehidupan manusia dalam waktu dan ditempat yang berbeda-beda diharapkan diperoleh dasar yang lebih kukuh bagi ilmu sosial perbandingan.” (Keesing:1992:176)
Bab selanjutnya membahas mengenai langkah-langkah strategis dalam memahami berbagai pranata sosial dalam prespektif yang lebih luas. Dalam hal ini kita akan diajak utuk melihat dan memahami bagaimana sistem perekonomian berkembang. Mulai dari sejarah pengalaman dari Molinowski mulai dari pengenalan sistem ekonomi yang terjadi masyrarakat luas.
BAB 10
BERBAGAI SISTEM PEREKONOMIAN
Dalam produksi didalam masyarakat tribal lebih menggunakan pada sistem pembagian kerja berdasarkan spesialisasi pembagian kerja berdasarkan usia dan jenis kelamin. Serta dalam pendistribusian hasil kerja di dasarkan pada sistem kekrabatan dan perkawinan. Tak ada yang mengatur dalam pendistribusian ini sehingga yang mendasari ini semua berdasarkan melalui struktur dan ungkapan kekerabatan dan komunikasi. Dalam sarana dan cara produksi dalam hal ini dijelaskan bahwa hanya alat-alat yang dimilki oleh perorangan secara kolektif. Seperti beberapa pemakaian telah menekankan pada penyaluran yang surplus kerja dan hasilnya dalam struktur kekrabatan dan komunitas sebagai cara produksi ‘’komunis primitif’’ sebagaimana digambarkan oleh Hirst dan Hindenss(1975). Sehingga dalam perekonomian ini tidak bisa di pisahkan oleh sistem kekrabatan. Dalam sub bab infra dan suprastruktur dalam teori Masxirs membedakan sistem ekonomi –berbagai pertalian sosial dan teknologi produksi-dari lembaga politik hukum dan ideologi yang menopangnya. Dalam hal ini tidak hanya menggunakan konsep konsep yang di kemukakan oleh Marxisme dalam basis dalam suprastruktur serta pengelompokkannya tetapi juga perlu pemahaman dalam apa yang mereka lakukan hubungan antara yang lain. Tak hanya itu dalam reproduksi hubungan sosial juga dituliskan bahwa tidak semua sistem tidak secara otomatis dapat di pertahankan dan diteruskan oleh generasi berikutnya. Karena di dalamnya selalu terdapat perubahan , setiap sisitem sosial mengandung benih-benih bagi perubahan diri. Dalam reproduksi dan batas sistem penggambaran masyarakat tribal oleh Sahlins (1972) dan meilannsoux(1975) mengenai masyarakat tribal sebagai menggambarkan ‘cara produksi rumah tangga’. Dalam hal ini produksi rumah tangga menjadi bagian dari masyarakat tribal. Tak hanya itu dalam segi ekonomi dan distribusi juga di perlukan analisis yang lain makna-makna yang ada dalam budaya kerja.
Dalam antropologi ekonomi formalis dan subtantivis terdapat perbedaan. Dalam formalis yang terdiri dari H.K Schneider(1974),Belshaawa(1965),Cook (1973), dan Nash (1966)berendapat bahwa prinsipnya berbagai alur utama teori formal ilmu ekonomi neoklasikal bisa di terapakan pada perekonomian seperti yang di jumpai dikalangan suku Trobriand. Sedang subtanvitas berpendapat bahwa ada tiga macam pertukaran dalam masyarakat yaitu perbalasan,penyebaran kembali dan pertukaran pasar. Dalam rasionalitas dan antropologi ekonomi dijelaskan bahwa tindakan rasional selalu ada didasarkan pada setiap tindakan. Dapat diambil kesimpulan bahwa semua hendaknya ada perubahan dan kesimbangan dalam kekuasaan ataupun yang lainnya. Serta adanya penghapusan kapitalis yang hanya menyesarakan manusia dalam sistem ekonomi.
Pada bab selanjutnya akan membahas lebih lanjut mengenai hubungan kekerabatan,keturunan dan struktur sosial yang berlangsung dalam kehidupan masyarakat. Mulai dari pengelompokan dan pengkategorian dalam kehidupan masyarakat dan juga memahami kekerabatan di masyarakat tribal dan kekerabatan yang dianggap sebagai ungkapan dasar dari hubungan sosial,ekonomi dan organisasi dalam masyarakat.
BAB 11
KEKERABATAN , KETURUNAN DAN STRUKTUR SOSIAL
Perlunya kita memahami pola masyarakat yang berkelompok . dalam hal ini kita perlu mengerti apa yang membedakan antara kategori dan kelompok dalam masyarakat. Adanya perbedaan antara budaya (gagasan, kategori, dan peraturan) dan social (orang tindakan, peristiwa dan kelompok) akan sangat penting. Kategori budaya adalah seperangkat satuan di dunia ini – orang, barang, peristiwa, kegaiban – yang dikelompokkan dalam suatu kategori untuk berbagai maksud tertentu, karena mempunyai kesamaan dalam satu atribut budaya atau lebih. Sedangkan suatu kelompok social, di pihak lain, terdiri dari manusia sesungguhnya yang terdiri dari darah daging. Yang membedakan kelompok social dari kerumunan atau gerombolan adalah adanya organisasi.
Selain memahami adanya perbedaan makna antara kategori dengan kelompok kita juga perlu paham apa arti dari kekerabatan itu sendiri. Menurut Keesing Kekerabatan bagi kita secara intuisi menunjuk pada “hubungan darah”. Kita menganggap hubungan kekerabatan, yang didasarkan pada “darah” sebagai suatu hal yang alamiah dan abadi; hubungan ini yang menyebabkan timbulnya kewajiban solidaritas. Sistem kekerabatan ini juga dianggap sebagai suatu tindakan sosial yang terjadi karena adanya interaksi antar individu yang memberikan kewajiban sosial terhadap individu masing-masing.
Kekerabatan juga dianggap sebagai ungkapan dasar dari hubungan social. Dalam menganalisis suatu masyarakat tribal atau tani, kita harus lebih dulu kekerabatan agar bisa memahami berbagai hal lainnya. Bahkan bila orang-orang di dalam masyarakat tribal bersaing guna memperoleh keuntungan ekonomi atau kekuasaan politik, mereka cenderung membicaraikan apa yang mereka perbuat berdasarkan kekerabatan. Lebih lanjut, pertalian kekerabatan berperan sebagai model atau ukuran hubungan dengan yang bukan sanak saudara dan juga sering dengan para dewa. (Robert.M.Keesing : 1992 : hlm 211)
Ternyata kerabat itu juga memiliki pengklasifikasian yang terdiri dari Teori-teori alternative tentang terminology kekerabatan. Pengertian mengenai Terminology kekerabatan adalah cara mengklasifikasikan “berbagai jenis orang” yang dilihat dari segi social relevan untuk kehidupan seseorang; dan itu tergantung kepada bagaimana cara suatu masyarakat diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok, dan bagaimana kelompok-kelompok itu berkaitan satu dengan yang lain.
Kita juga mengenal mengenai sistem keturuanan. Kita akan membahas mengenai Keturunan, korporasi, dan kelangsungan . Menurut Keesing agar suatu system berlangsung, diperlukan suatu peraturan atau ketentuan yang menegaskan siapa saja yang dapat diterima menjadi anggota sebuah badan. Pengertian dari System keturunan menurut Keesing adalah sarana guna menegaskan keseimbangan masa silam, guna menjelaskan hubungan di antara orang-orang yang masih hidup berdasarkan hubungan mereka dengan para leluhur yang telah lama meninggal.
T
TANGGAPAN MENGENAI BUKU INI:
- 1. KELEBIHAN
Buku ini benar – benar bermanfaat bagi para antropolog pemula. Hal ini bisa dianggap sebagai dasar dari pengetahuan awal mengenai perkembangan ilmu Antropologi dalam prespektif kontemporer. Perlunya wacana ini sangat memberikan pengetahuan yang baru dan mengajak kepada para pembaca untuk mengikuti alur dari buku tersebut secara bertahap. Hal ini dibuktikan dengan adanya korelasi dari bab satu ke bab selanjutnya. Dengan memberikan pemahaman yang sederhana membuat para pembaca menjadi mudah untuk menangkap inti sari dalam buku tersebut teutama dalam hal tiap bab. Selain itu juga dengan diberikannya contoh kasus akan membuat para pembaca menjadi lebih paham dengan contoh konkrit yang terjadi di suatu kelompok. Buku ini nampaknya berat tetapi ringan jika setelah kita pelajari dan memahaminya dengan seksama. Keesing ini benar-benar ingin memberikan gambaran secara rinci dan sangat jelas dalam pemaparan suatu teori .Saya pribadi suka dengan buku ini, karena saya benar-benar merasakan manfaatnya setelah selesai mebaca buku ini begitu banyak pemahaman –pemahaman baru yang dapat dijadikan suatu dasar perkembangan pengetahuan saya. Buku ini benar-benar memberikan inspirasi terhadap saya dalam hal lebih mengerti dan peka terhadap lingkungan karena Keesing disini juga memberikan contoh kasus yang benar-benar terjadi di sekitar kita sehingga mudah kita amati dan dipelajari. Selain itu Keesing juga mengajak kepada para pembaca untuk senantiasa melihat suatu sesuai dengan zamannya. Kita sebagai antropolog juga perlu memahami mengenai bagaimana proses perkembangan budaya yang ada di masyarakat dengan penyesuaian yang ada di masyarakat sekarang.
- 2. KEKURANGAN
Banyak istilah –istilah yang baru dan asing bagi saya, sehingga saya perlu membuka bab mengenai daftar istilah. Hal ini juga yang menurut saya agak berat dan susah dipahami ketika saya bertemu dengan istilah asing yang saya tidak tahu artinya apa. Untung di dalam buku tersebut ada daftar istilahnya sehingga ketidaktahuan saya terjawab. Selain itu juga buku ini tidak mudah langsung kita pahami. Terus terang saja saya harus membaca bolak balik untuk mencari tahu inti dan memahami apa yang di maksut Keesing dalam penuturannya di dalam buku tersebut. Buku ini benar-benar mengajak saya untuk berpikir keras, dibuktikan dengan penggunaan bahasa yang rumit dan istilah asing yang banyak yang menyita pikiran kita untuk lebih aktif mencari tahu sendiri. Kadang juga saya mengalami kebingungan dan menyimpan banyak pertanyaan ketika buku ini selesai saya baca.